Bisnis Indonesia 2013 - Tahun ini diperkirakan kondisi ekonomi global akan membaik karena krisis Eropa terlihat mulai berakhir. Kondisi tersebut pun sedikit banyak akan berpengaruh ke kondisi ekonomi Indonesia. Fauzi Ichsan, ekonom senior Standard Chartered Bank, pun menyebutkan, ekonomi negara ini akan tumbuh hingga 6,5 persen pada tahun 2013.
Bisnis Indonesia 2013 menurut para pakar perekonomian
Masuk ke prospek sektor bisnis, ia menjelaskan bahwa sektor yang menarik dikucuri kredit oleh bank adalah sektor yang menawarkan barang dan jasa kepada 240 juta rakyat Indonesia. Apalagi kondisinya sekarang yakni sebanyak 10-15 persen dari jumlah penduduk adalah kelas menengah yang bankable. “Yang sama jumlahnya dengan penduduk Malaysia,” tuturnya.
Sejumlah sektor yang menjual barang dan jasa ke konsumen tanpa harus menghadapi ketidakpastian hukum ataupun politik karena memang langsung berhubungan dengan kelas menengah yakni, diantaranya, sektor otomotif, rokok, semen, telekomunikasi, jasa penyewaan, farmasi, dan pengepakan. Ia pun menyebutkan, “Marjin yang bergerak di sektor ini, sangat tinggi.”
Sementara bisnis Indonesia 2013 di bidang komoditas, seperti CPO, batu bara, dan karet, cenderung diuntungkan oleh kenaikan harga komoditas global. Sektor infrastruktur, seperti jalan tol, listrik, pelabuhan, dan air bersih, sangat potensial. Akan tetapi, perkembangan sektor ini bergantung pada kebijakan pemerintah. Karakteristik sektor ini yaitu sebagai bagian dari paket kebijakan stimulus dan program infrastruktur pemerintah.
Lalu, sektor usaha minyak bumi, gas, dan pertambangan adalah sektor pengekspor komoditas yang sarat regulasi, kerap menghadapi ketidakpastian hukum, dan masalah otonomi daerah. Sektor-sektor ini sangat potensial namun terhambat oleh kurang kondusifnya iklim investasi domestik.
Disebutkan juga untuk bisnis Indonesia 2013, sektor-sektor yang pada tenaga kerja tersebut sudah lewat masa kejayaannya, yakni tahun 1970-1980. Saat itu, upah buruh masih murah. Sekarang sektor yang marjinnya tidak tinggi ini harus menghadapi kenyataan yakni naiknya upah minimum. “Sekarang upah buruh Indonesia tidak terlalu murah,” tandasnya yang juga menyebutkan produktivitas buruh tinggi ternyata bukan di sektor padat karya melainkan di sektor yang padat modal.